Sabtu, 26 Maret 2011

Hasil Saduran "Pengembangan Ekowisata dalam Pengelolaan Taman Nasional Model"

jam segini belum bisa tidur...uppss curcol :)...heee...sedikit aja ah hanya sebagai prolog,,jadi begini kronologisnya nih,,sewaktu saya diberikan tugas saduran atau terjemahan,,saya mencoba mencari-cari entah di perpus bahkan melalui media elektronik..teteapi memang sulit mencarinya dan akhirnya mendapatkan format layoutnya saja dari WI dan jadilah saduran saya ini...


BAB I. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Suatu kebijakan baru tentang penunjukan 21 Taman Nasional (TN) Model yang dimaksud untuk memacu pembangunan Taman Nasional agar menjadi Taman Nasional yang mandiri, yang mampu membiayai dirinya sendiri dari pemasukan yang berasal dari produk (barang atau jasa) TN. Salahsatu caranya adalah pengembangan ekowisata, Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Karena kondisi hutan Indonesia merupakan sebagai salah satu pemasuk O² (oksigen) terbesar bagi seluruh dunia.
Peraturan Menteri Kehutanan No. 19/Menhut-II/2004 tentang kolaborasi dalam pengelolaan KSA (Kawasan Suaka Alam) dan KPA (Kawasan Pelestarian Alam), menunjukan komitmen pemerintah dalam pengelolaan kawasan konservasi yang berbasis multi stake holders/masyarakat. Selain itu, untuk memacu pembangunan Taman Nasional di Indonesia, pada tahun 2006 telah ditetapkan pula suatu program Taman Nasional Model. Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu taman nasional yang mandiri, yang dapat merencanakan, melaksanakan, dan membiayai kegiatannya atas usaha dan kemampuan sendiri tanpa subsidi. Pada tahun 2009 dari 21 (duapuluh satu) yang telah ditetapkan, diharapkan sudah 2 (dua) taman nasional yang telah memenuhi syarat salah satunya Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).
Kegiatan yang paling memungkinkan untuk menjadi sumber pendapatan utama adalah melalui kegiatan ekowisata, yang dinilai suatu kegiatan yang paling strategis serta aman tidak akan mengurangi atau merusak prinsip pengelolaan taman nasional ataupun kawasan konservasi ditempat lainnya.
B. TUJUAN
Tujuan dari saduran ini untuk dapat mengetahui, (1) Langkah awal Taman Nasional Model (TNGP) untuk menjadi mandiri serta kegiatan apa yang dapat dijadikan sebagi sumber pendapatan, (2) Pengembangan Kegiatan Ekowisata dalam mengembangkan Taman Nasional Model (TNGP), (3) serta kegiatan ekowisata yang telah berjalan selama ini di TNGP.


BAB II. HASIL SADURAN

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi hayati disebutkan bahwa Taman Nasional adalah salah satu bentuk pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli pengelolaannya dilakukan dengan system zonasi, dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata serta rekreasi. Serta tahun 1992, IUCN (International Union for Nature and Natural Resources) dalam Astriani (2008), memberikan sebuah karakteristik dalam pengelolaan taman nasional. Pada tahun 2006 suatu kebijakan baru mengenai Taman Nasional yang telah dikeluarkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. SK.128/IV-Set/HO/2006 tentang penunjukan 21 Taman Nasional Model.
Taman nasional model dalam pengelolaannya agar dapat sukses dalam contoh sebagai Taman Nasional Model, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mengembangkan pengelolaan dalam bentuk Ekowisata. Bahwa kegiatan wisata alam telah disadari dan dipercaya sebagai kegiatan wisata alam telah disadari dan dipercaya sebagai kegiatan wisata yang paling strategis dan aman dalam pembangunan berkelanjutan yang menjadikan SDA sebagai obyek wisata utamanya. Dengan pemahaman tentang ekowisata ini masih beragam namun dalam Rencana Strategis Pengembangan Ekowisata Nasional, dari kantor Menteri Negara Kebudaya dan Pariwisata (2004), batasan ekowisata dirumuskan sebagai berikut :
“Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya” (Sekartjakrarini dan Legoh,2004). Serta memiliki 5 (lima) prinsip ekowisata yaitu:
1. Prinsip Konservasi
2. Prinsip edukasi
3. Prinsip Partisipasi Masyarakat
4. Prinsip Ekonomi
5. Prinsip Wisata
Menurut Penyadur (saya) ada 3 (tiga) pilar ekowisata yang menjadi dasar untuk mengembangan ekowisata dalam pengelolaan Taman Nasional Model Gunung Gede Pangrango,yaitu :
1. Ekologi
2. Ekonomi
3. Sosial Budaya

Tiga pilar diatas dasar untuk kesinergian dalam suatu pengelolaan kawasan hutan yang lestari dengan kegiatan ekowisata. Sehingga dalam pengelolaan Taman Nasional Model memberikan keuntungan kepada semua pihak serta membangun pengelolaannya secara mandiri.

Masalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan profesionalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektor, baik ditingkat lokal, nasional, bahkan jika memungkinkan tingkat internasional, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas.

Ditjen PHKA menetapkan kriteria serta indikator yang sudah dapat di penuhi, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan disebabkan oleh peraturan untuk bermitra dengan investor pemanfaatan jasa lingkungan atau peraturan tentang PNBP. Oleh sebab itu apabila peraturan yang diperlukan serta pemahaman yang perlu disatukan persepsinya oleh pihak-pihak terkait hendaknya perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu terhadap 2 (dua) Taman Nasional Model salah satunya Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

Pengembangan ekowisata dalam TNGP sampai saat ini masih terdapat perbedaan pemahaman ekowisata dan wisata alam. Dalam peraturan perundangan ataupun kebijakan pemerintah No. 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam, menyebutkan bahwa wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagaian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, sedangkan istilah ekowisata yang merupakan terjemahan dari istilah eco-tourism baru dikenal sekitar pertengahan tahun 1990-an. Kemudian dalam symposium ekowisata yang diselenggarakan di bogor pada awal tahun 1996 mengeluarkan rumusan “penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan daerah-daerah yang dibuat dengan kaidah alam, yang mendukung berbagai upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”..(Astriani,2002).

Menurut penyadur (saya) dari beberapa pemahaman diatas dapat terlihat perbedaan antara kegiatan wisata alam dan ekowisata, karena ekowisata adalah kegiatan wisata melibatkan unsur pelestarian alam dan lingkungan budaya masyarakat setempat, bebeda dengan kegiatan wisata alam yang menyebutkan ekowisata termasuk dalam kegiatan wisata alam, dengan karena itu tidak semua wisata alam bisa dianggap sebagai ekowisata.

Ditjen PHKA sendiri yang mengelola atau menguasai sejumlah lokasi obyek wisata alam, secara eksplisit belum berani menggunakan istilah ekowisata dan masih menggunakan istilah wisata alam dilihat dari Rencana Strategis (RENSTRA) Ditjen PHKA salah satu focus kegiatannya adalah pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Berbeda dengan kantor menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata yang mengeluarkan Rencana strategis Ekowisata Nasioanal serta merumuskannya.

Istilah ekowisata walaupun yang dimaksud adalah wisata alam atau wisata lain yang menurut penulis termasuk dalam ekowisata, dengan alasan bahwa walaupun batasan definisi sedikit berbeda, namun menggunakan pemahaman yang sama, yaitu ; konservasi, edukasi,ekonomi, keterlibatan masyarakat serta rekreasi/wisata. Ditjen PHKA dalam RENSTRA nya menyebutkan bahwa kegiatan wisata alam saat ini masih belum mengacu pada 5 (lima) prinsip tersebut. Hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan ekowisata.

Kegiatan pengembangan ekowisata pemanfaatan jasa lingkungan masih belum sepenuhnya dilaksanakan. Salah satu kendalanya adalah belum tersedianya peraturan atau perangkat hukum yang melandasi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam,air,karbon) terutama untuk peningkatan PNBP sebagaimana telah disebutkan. Selain itu masalah pengunjung, beberapa dari sekian pengunjung banyak yang tidak mengerti akan pentingnya lingkungan,,pemaham mereka (masyarakat/pengunjung) wisata itu liburan dalam artian wisata missal (mess tourism) sehingga masih banyak pengunjung membuang sampah sembarangan serta vandalism sebagai salah satu contohnya di Taman Nasional Model Gunung Gede Pangrango masih aja pengunjung yang tidak menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan pada akhirnya pengelola TNGP serta para sukarelawan yang tergabung dalam klub pecinta alam melakuakan bersih-bersih pada kawasan TNGP pada waktu-waktu tertentu.

Hasil observasi TNGP dan TN.Laut Kep. Seribu memiliki pendapatan atau pemasukan yang sudah dipastikan jauh dari mencukupi untuk membiayai kegiatan pengelolaannya yang setiap tahunnya berjumlah lebih dari Rp. 1,5 milyar. Atraksi atau produk wisata yang dimiliki oleh pengelola sudah cukup banyak dan menarik, akomodasi konsumsi serta jasa pemanduan atau interpreter juga tersedia, namun belum secara resmi sebagai sumber pemasukan ke kas pengelola. Dengan demikian, kegiatan ekowisata dengan kondisi seperti sekarang ini, masih belum memadai untuk dijadikan sebagai andalan sumber pemasukan bagi TN model atau mandiri. Dengan itu perlu upaya untuk meningkatkan pengembangan ekowisata antara lain :
a) Meningkatkan tariff tiket masuk;
b) Meningkatkan fungsi pelayanan;
c) Menggali ptensi sumber PNBP;
d) Peningkatan kerjasama dengan stakeholder;
e) Pengembangan SDM ekowisata;

Dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ekowisata (wisatawan) yang akan menurunkan kualitas obyek atau SDA hayati dan ekosistemnya, baik fisik ataupun estetikanya perlu adanya standar kompetensi yang terdiri dari unsure-unsur PKS (Pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku), demikian pula dengan para stakeholder ekowisata (prinsip edukasi) pun dituntut untuk mampu mengubah seseorang wisatawan dari yang selama ini hanya memanfaatkan SDA untuk kepuasan dirinya melalui kegiatan ekowisata, menjadi seseorang yang memiliki tanggung jawab, kepedulian dan komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan (alam dan budaya). Selanjutnya Sekartjakrarini (2003) menyebutkan bahwa dari sebuah studi di bidang eco-toursm, telah mendeteksi 7 (tujuh) standar kompetensi pengetahuan yang harus dipahami atau dikuasi oleh pemangku kepentingan yang terkait dengan ekowisata yaitu :
1. Pengetahuan tentang ekowisata itu sendiri;
2. SDA hayati dan ekosistemnya;
3. Keragaman social dan budaya;
4. Komunikasi dan pelayanan prima;
5. Pemberdayaan masyarakat dalam ekowisata;
6. Pengelolaan atau manajemen konflik;
7. Prosedur kesehata, keselamatan dan keamanan;

Untuk itu perlu perencana tentu berbeda kebutuhan pengetahuannya atau ketermpilannya dengan seorang operator akomodasi atau interpreter. Kebutuhan ini perlu didukung dengan mengikuti diklat atau in house training. Agar segera dapat berkiprah dalam pengembangan ekowisata di instansinya dan berkontribusi aktif dalam mewujudkan Taman Nasional mandiri.


BAB III. KOMENTAR KRITIS DAN OBYEKTIF

Menurut penyadur dalam kesiapan pengelolaan TN Model dalam mewujudkan menjadi TN mandiri yang saya amati di 2 (dua) TN yang menjadi contoh dari 21 TN yang di tunjuk adalah dalam sudut pandang potensial demand ke-2 TN tersebut perlu menjaganya kelestarian SDA hayati dan ekosistemnya disamping Indonesia merupakan suatu Negara yang memberikan masukan O² (oksigen) untuk seluruh dunia serta yang memiliki keanekaragaman hayati yang beragam baik flora maupun faunanya oleh karena itu dalam pengelolaan kementerian kehutanan melalui Ditjen PHKA menunjuk TN Model Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan TN.Kep. Seribu sebagai Model dari Tn yang berada di Indonesia untuk memperoleh atau menghasilkan sendiri dalam pendapatannya melalui kegiatan wisata alam serta ekowisata.
Pada kenyataannya pemahaman antara wisata alam serta ekowisata memiliki artiaan yang berbeda tapi sekilas arti pemahamannya hamper meyerupai hanya tidak semua kegiatan wisata alam dapat dikatakan ekowisata. Dalam pengembangan di TNGP masih terdapat kekurangannya walaupun dalam segi pengelolaannya menurut saya sudah sangat baik,tetapi dilihat berdasarkan ekologi serta perekonomian masyarakat belum cukup baik. Ditinjau dari 3 (tiga) pilar ekowisata sebagai acuan dalam pengembangan pengelolaan ekowisata di TNGP sebagai TN mandiri yang akan menghasilkan beberapa paket kegiatan dari ekowisata.
Penyadur memahami pengembangan ekowisata memerlukan adanya daya dukung (carrying capacity) yang diderfervikasi menjadi 2 (dua) yaitu potensial demand dan actual demand dari daya dukung actual demand penyadur belum menemukan potensi kebudayaan masyarakat yang dapat di jual sebagai daya dukung actual demand sebagai pengembang ekowisata di TN Model karena ekowisata merupakan gabungan antara wisata alam dengan wisata budaya.
Serta penyadur mengkhawatirkan dampak dari ekowisata itu sendiri,mengapa?? Dari kegiatan tersebut kedatangan para pengunjung (wisatawan) yang antusias apakah mereka bisa menjaga lingkungan seperti contoh tidak membuang sampah serta tidak melakukan vadalisme untuk tetap menjaga keanekaragaman hayati serta daya dukung dari potensial alam tetap utuh, Tak hanya itu dari tingkat kedatangan pengunjung yang sangat antusias yang menimbulkan suatu kegiatan wisata massal (mess tourism) tidak mengganggu atau menimbulkan dampak yang negatif terhadap fauna yang berada dalam suatu kawasan TN.
Suatu kegiatan yang menghasilkan suatu kesenangan atau kepuasan bagi para pengunjung untuk berrekreasi penyadur beranggapan perlu memerlukan biaya yang cukup besar sebagai pemasukan pengelola TN Model atau mandiri yang penyadur fikirkan ini akan menjadikan suatu kegiatan yang sangat mewah serta tidak semua pengunjung yang mencari kesenangan atau kepuasan dalam berekreasi yang tidak memiliki budget yang sesuai dari beberapa paket kegiatan dari ekowisata yang ditawarkan.
Penyadur merasakan adanya kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengembang ekowisata agar semua elemen yang terkait dalam pengembangan ekowisata di TN Model dapat berjalan sesuai koridor atau rumusan yang telah dirancang dengan baik.


BAB IV. PEMANFAATAN HASIL SADURAN

Dari hasil saduran ini diharapkan dapat bergunaan serta bermanfaat bagi stakeholder terkait dalam pengembangan ekowisata dan diharapkan kedepannya saduran ini bisa dijadikan acuan untuk pengelola TN Model yang mandiri.
Penyadur berharap saduran yang diambil berdasarkan pengembangan ekowisata dalam pengembangan Taman Nasional Model ini dapat memperbantu bagi para pelajar atau mahasiswa agar dapat memahami Ekowisata dengan baik yang menhasilkan pemahaman seragam tentang Ekowisata serta penyadur dapat ikut serta dalam membantu proses pemahaman tersebut secara baik melalui saduran ini.
Hal yang paling mendasar dari hasil ini adalah tingkat kesejahteraan masyarakat dalam kawasan TN Model yang sejahtera agar tidak merambah Kawasan TN agar dalam pengelolaannya dihutan Indonesia menjadi pengelolaan hutan yang lestari. Tetap menjaga keanekaragaman hayati dan nilai budaya atau kearifan masyarakat sekitar.


BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penyadur dalam Pengembangan Ekowisata dalam Taman Nasional Model adalah :
1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) serta Taman Nasional Kep. Seribu merupakan contoh Taman Nasional Model yang telah siap untuk mandiri dalam pengelolaannya;
2. Pengembangan Ekowisata dalam TN Model belum dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dari pendapatan untuk membangun pengelolaan TN yang mandiri. Ditinjau dari banyaknya pemahaman yang tidak sesuai dengan pihak-pihak terkait;
3. Belum adanya peraturan yang menjadi suatu acuan dasar dalam pengelolaan TN Model melalui pengembangan Ekowisata didalam pengelolaannya;
4. Memerlukan SDM yang sesuai kompetensi dan profesionalitas dalam mengembangkan ekowisata di pengelolaan TN Model.

B. Saran
Saran dari penyadur dalam Pengembangan Ekowisata dalam Taman Nasional Model adalah :
1. Mempertahankan serta memberikan contoh untuk pengelolaan Taman Nasional yang Mandiri yang menjaga Keanekaragaman Hayati serta mengangkat kebudayaan masyarakat sekitar sebagai daya dukung yang dapat dijual melalui kegiatan ekowisata;
2. Merencanakan suatu konsep pengembangan ekowisata dalam pengelolaannya yang dapat membantu sebagai masukan untuk mengelola TN Model;
3. Adanya Pemahaman yang sesuai antara berbagai pihak terkait dalam pengembangan ekowisata;
4. Adanya diklat dan in house training untuk menghasilkan SDM yang dapat membantu pengelolaan dalam mengembangkan ekowisata.


BAB VI. PENUTUP

Pengelolaan Taman Nasional Model merupakan bentuk salah satu dari cara yang dikeluarkan Ditjen PHKA untuk pemanfaatan yang lestari serta mendapatkan pendapatan sendiri untuk membantu pengelolaan TN Model secara mandiri dengan mengembangkan kegiatan ekowisata di dalamnya untuk menghasilkan PNBP serta dikelola dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Wiriadinata, Sudrajat. 2009. Pengembangan Ekowisata dalam Pengelolaan Taman Nasional Model. Pusat Diklat Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor


nah itu dah hasil saduran yang telah saya buat dengan mengambil acauan saduran seperti yang ada di DAFTAR PUSTAKA..tak terlalu bagus sii,,heehee..nah semoga saya bisa tertidur setelah saya menulis posting ini dengan sedikit co-pas dari hasil tugas saya...hahahhha...ZZZzzzzZZZZzzz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar